Siapa yang makan nangka, dia yang akan kena getahnya, siapa yang bermain air akan
basah dan yang bermain api akan terbakar namun kebanyakan orang selalu lempar batu sembunyi tangan. Itulah
gambaran kehidupan hari ini. Padahal bukankah harusnya seperti alang berjawab, tepuk berbalas.
Walau beribu
maaf telah terucap, namun apa daya nasi
sudah menjadi bubur karena nila
setitik rusak susu sebelanga semuanya tak akan kembali ke titik awal lagi. Meskipun
kita sama-sama mengetahui bahwa saling mengadu
ujung penjahit hanya akan menjadikan yang kalah menjadi abu dan yang menang jadi arang. Jadi lebih baik kita meniru air dingin yang dapat memadamkan api.
Aku menyadari
hubungan kita sudah jadi abu arang,
namun bukan berarti kita harus bertindak layaknya
air dan minyak. Coba kita pahami bahwa perasaan seseorang tak ubahnya air
laut, ada pasang ada surut, kadang
kala kita berbagai tawa, ada pula berbagai duka. Namun alangkah baiknya jika
duka itu hanya menjadi air mata yang
jatuh ke perut, bukan menjadi buah
bibir setiap orang. Janganlah menepuk
air di dulang, karena akan terpecik
ke muka sendiri. Biarkan aku saja yang bertanggung jawab, biarkan saja aku yang menjadi alas kubur.
Mungkin yang
kulakukan hanya membasuh muka dengan air
liur sendiri, walau aku tak pernah berniat seperti itu. Maafkan jika aku
salah bertindak karena aku bukanlah orang
yang pandai berminyak air.
Semuanya telah
berakhir, saatnya membuang air yang keruh
dan mengambil air yang jernih. Tapi
bukan berarti tak ada rotan akar pun jadi,
kita harus mencari rotan-rotan yang lebih baik dari rotan sebelumnya meskipun
itu pasti akan sulit sesulit mencari jarum
dalam tumpukan jerami. Pilihlah yang terbaik, semoga tak jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Jangan sampai tertipu dengan anjing berkalung emas, serigala berbulu
domba yang banyak berkeliaran bebas di permukaan bumi ini.
Mungkin semuanya
memang lebih baik seperti ini. Lebih baik diakhiri dari pada menyimpan api dalam sekam. Walaupun
dahulu kita berkomitmen terapung sama hanyut,
terendam sama basah, namun ada baiknya kini kita berhubungan bagaikan api dan asap saja. Kita jalani saja ke arah mana hidup ini akan membawa
kita, karena aku yakin walau garam di
laut dan asam di gunung, mereka akan
bertemu di belanga yang sama.
No comments:
Post a Comment